tag:blogger.com,1999:blog-20598339334608708302024-03-13T13:46:19.700-07:00PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAHTELUK SAMPUDAUhttp://www.blogger.com/profile/18230114332992090443noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-2059833933460870830.post-30082226748120687542009-05-14T09:40:00.000-07:002009-05-14T09:42:37.251-07:00Konsep AropolitanKunci-kunci Keberhasilan<br />Pengembangan Agropolitan<br />Oleh : Iwan Setiajie Anugrah<br /><br />Konsep agropolitan mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu menetapkan<br />sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama dan diberlakukannya<br />ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah.<br />Secara garis besar, konsep agropolitan mencakup beberapa dimensi yang meliputi: (a).<br />Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai sedang dengan jumlah penduduk<br />maksimum 600.000 jiwa dan luas maksimum 30.000 hektar (setara dengan kota<br />kabupaten); (b). Daerah belakang (pedesaan) dikembangkan berdasarkan konsep<br />perwilayahan komoditas yang menghasilkan satu komoditas/ bahan mentah utama dan<br />beberapa komoditas penunjang sesuai dengan kebutuhan; (c). Pada derah pusat<br />pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, yaitu terdiri atas beberapa perusahaan<br />sehingga terdapat kompetisi yang sehat; (d). Wilayah pedesaan didorong untuk<br />membentuk satuan-satuan usaha yang optimal dan selanjutnya diorganisasikan dalam<br />wadah koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dan (e). Lokasi dan sistem transportasi<br />agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan para petani untuk bekerja sebagai<br />pekerja paruh waktu (partime workers).<br />Terdapat syarat kunci untuk pembumian agropolitan Nasoetion (1999) dalam Sudaryanto<br />dan JW Rusastra (2000) yakni: (1). Produksi dengan bobot sektor pertanian; (2). Prinsip<br />ketergantungan dengan aktivitas pertanian sehingga neuro-systemnya; (3) Prinsip<br />pengaturan kelembagaan; dan (4). Prinsip seimbang dinamis.<br />Keempat syarat kunci tersebut bersifat mutlak dan harus dikembangkan secara simultan<br />dalam aplikasi pengembangan agropolitan. Kurang berhasilnya program SPAKU (Sentra<br />Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan), Program Inkubasi Bisnis, Program<br />Pengembangan Wilayah Terpadu (khusus bobot pertanian) dan program sejenis lainnya,<br />disebabkan oleh sifatnya yang persial dan tidak mengakomodasi secara utuh dan simultan<br />keempat syarat utama pengembangan agropolitan tersebut.<br />Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan, maka pemahaman konsep<br />agropolitan dalam pengembangan wilayah merupakan yang penting, karena hal ini akan<br />memberikan arah dasar perencanaan pembangunan perdesaan dan aktivitasnya dalam<br />proses pengembangan wilayah selanjutnya.<br />Konsep agropolitan sebetulnya merupakan konsep yang ditawarkan oleh Friedman dan<br />Douglas (1975) atas pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di beberaa<br />negara berkembang (di Asia) yang mengakibatkan terjadinya berbagai kecenderungan,<br />antara lain (a). Terjadinya hyperurbanization, sebagai akibat terpusatnya penduduk di<br />kota-kota yang padat; (b). Pembangunan “modern” hanya terjadi di beberapa kota saja,<br />sementara daerah pinggiran relatif tertinggal; (c). Tingkat pengangguran dan setengah<br />pengangguran yang relatif tinggi; (d). Pembagian penadapatan yang tidak merata<br />(kemiskinan); (e). Kekurangan bahan pangan, akibat perhatian pembangunan terlalu<br />tercurah pada percepatan pertumbuhan sektor industri (rapid industrialization); (f).<br />Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat desa (patani) dan (g). Terjadinya<br />ketergantungan pada dunia luar.<br />Konsep agropolitan berdasarkan Friedman (1975) dalam Harun ( 2001), yaitu terdiri dari<br />distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan<br />penduduk 200 jiwa per km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah<br />penduduk 10.000 – 25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada<br />pada radius 5 – 10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000<br />– 150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian (tidak dibedakan antara<br />pertanian modern dan pertanian konvensional) dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai<br />satuan tunggal yang terintegrasi.<br />Penerapan konsep agropolitan di lapangan haruslah: (1) melibatkan sejumlah besar petani<br />pedesaan (ratusan s/d jutaan) bersama-sama pengembangan kota-kota pusat pertanian<br />untuk pembangunan pertanian secara integreted; (2) keterlibatan setiap instansi sektoral di<br />pedesaan untuk mengembangkan pola agribisnis dan agroidustri harus berjalan secara<br />simultan; (3) tercapainya keserasian, kesesuaian dan keseimbangan antara pengembangan<br />komoditas unggulan dengan struktur dan skala ruang yang dibutuhkan; (4) adanya<br />kesinambungan antara pengembangan dan pembinaan sarana dan prasarana wilayah,<br />seperti irigasi dan transportasi antara daerah produksi pertanian dan simpul-simpul jasa<br />perdagangan dalam program perencanaan jangka panjang; (5) realisasi dari<br />pengembangan otonomi daerah untuk mengelola kawasan pertanian secara mandiri,<br />termasuk kewenangan untuk mempertahankan keuntungan komparatif bagi penjaminan<br />pengembangan kawasan pertanian; (6) diperlukan adanya kemudahan-kemudahan dan<br />proteksi terhadap jenis komoditas yang dihasilkan baik di pasar nasional maupun luar<br />negeri, pada saat kondisi infant-agroindustry; (7) secara ekologis, hampir sulit untuk<br />dihindari akan terjadinya efisiensi produksi pertanian ke arah monokultur-agroindustri<br />dalam skala besar yang rentan.<br />Dari paparan ini maka kunci keberhasilan pembangunan agropolitan (Harun,2001) adalah<br />dengan memberlakukan setiap distrik agropolitan sebagai suatu unit tunggal otonom<br />mandiri, dalam artian selain menjaga tidak terlalu besar intervensi sektor-sektor pusat<br />yang tidak terkait, juga dari segi ekonomi mampu untuk mengatur perencanaan dan<br />pelaksanaan pembangunan pertaniannya sendiri, tetapi terintegrasi secara sinergik dengan<br />keseluruhan sistem pengembangan wilayahnya. Dengan demikian pengembangan wilayah<br />agropolitan memerlukan komitmen awal, konsistensi serta perubahan mendasar dalam<br />pembangunan daerah selama ini. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi maka secara umum<br />keberhasilan penerapan konsep agropolitan terutama bagi pembukaan daerah-daerah baru<br />(seperti program transmigrasi), kemungkinannya relatif kecil.<br /><br />I w a n S e t i a j i e A n u g r a h<br />Penulis dari Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor<br />(Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 17 Maret 2003TELUK SAMPUDAUhttp://www.blogger.com/profile/18230114332992090443noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2059833933460870830.post-49387463773497312772009-02-17T16:55:00.000-08:002009-02-17T17:43:55.474-08:00espb302-0001 Ir. Umi Salawati, Msi1. Pendahuluan<br />2. Konsep Wilayah Pembangunan<br />3. Teknik Perencanaan Pembangunan Wilayah<br />4. Dimensi Ekonomi dan Pembangunan Wilayah<br />5. Teori Lokasi dan Agromerasi<br />6. Konsep Agropolitan<br /><br />Pendahuluan.<br /><br />Maksud dan tujuan dari mata kuliah Perencanaan Pembangunanan Wilayah.<br /><br />Perencanaan bertujuan agar kita bisa mengelola. dimana kendala seperti biaya dan persaingan diperhitungkan.<br /><br />Pembangunan maksudnya adalah peroses pencapaian sesuatu yang lebih baik.<br /><br />Tujuan akhir dari pembangunan adalah kesejahteraan.<br /><br />Kesejahteraan ada yang diukur dengan:<br />- Rasa aman: tidak ada keributan atau masalah kerena ketimpangan ekonomi<br />- Kebebasan hak berkompul,berorganisasi,dan berserikat.<br /><br />Pembangunan sangat berdimensi luas, meliputi:<br />- Kondisi<br />- Kualitas<br />- Bagaimana Pemasarannya<br /><br />PERENCANAN DALAM KALIMAT SEDERHANA HINGGA LENGKAP.<br /><br />I. adalah menetapkan suatu tujuandan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.<br /><br />II. Memasukkan Faktor Pembatas, cth. faktor pembatas adalah "Dana".<br /><br />III. Memasukkan Faktor Pembatas secara Lengkap. faktor pembatas yg lengkap ada dua macam: - Internal (bisa dikontrol)<br /> - EKSTERNAL (tdk bisa dikontrol): orang luar.<br /><br />IV. memasukkan analisis kondisi dan situasi saat ini, dan meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak bisa dikontrol yang relefan dan memperhatikan faktor pembatas, menetapkan tujuan yang akan dicapai dan langkah-langkahnya.<br /><br />Kesimpulan I - IV : Perencanaan adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak bisa dikontrol yang relefan, menetapkan faktor pembatas, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan langkah-langkah mencapai tujuan, serta menetapkan lokasi dari berbagai tujuan yang akan dilaksanakan.<br /><br />Jadi Proses Perencanaan dapat ditulis secara sistematik sebagai berikut:<br />1. Mengetahui dan Menganalisis Kondisi Saat Ini.<br />2. Meramalkan Perkembangan Berbagai Faktor yang Tidak Bisa dikontrol yang Relefan.<br />3. Menetapkan Faktor pembatas<br />4. Menetapkan sasaran dan tujuan<br />5. Menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan<br />6. Menetapkan lokasi atau tempat dari berbagai tujuan yang akan dilaksanakanTELUK SAMPUDAUhttp://www.blogger.com/profile/18230114332992090443noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2059833933460870830.post-44577619244945450802009-02-10T18:39:00.000-08:002009-02-10T18:42:23.361-08:00PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAHDOSEN :<br /><br />Dr.Ir.H.LUTHFI, MS<br /><br />Ir.UMI SALAWATI, MSc<br /><br />Ir.H.HAIRIN FAJERITELUK SAMPUDAUhttp://www.blogger.com/profile/18230114332992090443noreply@blogger.com0